Dua Pasangan Makan Bersama
Albertus Ivan H S
Albertus Ivan H S
Tak kenal maka tak sayang
#borneomemanggilterlihat dari poster yang disebarkan melalui media sosial oleh salah satu rekanku. Pada awalnya,aku bingung apakah akan mengikuti atau tidak, namun sekali melihat poster tersebut memang benar hati ini meng-“iya”-kan bahwa Borneo memanggilku untuk berkenalan dengannya. Tidak ada gambaran dan rasa penasaran serta keraguan mengenai apakah benar dengan pilihan untuk ikut bermisi di Borneo. Tanah Borneo merupakan pulau luas dan megah dengan hamparan hutan yang dijuluki sebagai “Paru-paru Dunia”. Hamparan tanah yang belum pernah terbayangkan bagiku untuk tiba sampai menginjakkan kaki di sana. Tuhan menggerakkan kaki dengan mantap terlebih dorongan dalam diri untuk mengenal bagaimana Indonesia di luar pulau Jawa.
Langkah dan tekad semakin bulat dengan kehadiran 9 orang berjiwa muda yang siap untuk diutus menuju tanah Borneo. Hari demi hari #borneomemanggil semakin menggema di dalam hati ini mana kala setiap perjumpaan dengan rekan seperjuangan. Kecemasan dan keraguan berganti menjadi semangat untuk siap melayani umat di sana. Akan tetapi, rasa kekhawatiran dalam diriku masih tetap ada mengenai apa yang harus dilakukan dan bagaimana situasi disana.
Kekhawatiran dan rasa penasaran membawaku untuk meyakinkan diri ini bahwa semua akan baik adanya. Dorongan dalam hati untuk mengenal Indonesia lebih luas semakin menepis rasa kekhawatiran. Betapa indahnya Indonesia di luar tanah Jawa. Setiap kali, rasa penasaran membawaku untuk mencari informasi mengenai tanah Borneo. Seperti pada kutipan pada kitab suci, “Terjadilah padaku menurut kehendak-Mu”, ya semoga inilah kehendak Tuhan. Dia mengizinkanku untuk berada dan mengalami perjumpaan dengan umat di tanah Borneo. Tuhan mengizinkanku untuk menikmati alam buatan-Nya yang megah dan sungguh luas.
Semangat membara membawa kami pada suatu permenungan yang kami ambil sebagai landasan untuk mewartakan kabar sukacita di tanah Borneo. Kami mengambil “Tanahku Surgaku” sebagai tema dan menjadi pedoman dalam mengabarkan sukacita. Tanah yang kita injak hendaklah menjadi surga bagi kita juga untuk saat ini dan masa yang akan datang. Kejadian demi kejadian sering diberitakan mengenai pembukaan lahan dengan cara hutan dibakar lalu menjadi lahan alih fungsi. Gagasan yang diusung dalam bermisi semakin melekat dipundak kami. Dengan restu dari Mgr. Rubyatmoko dan doa seluruh umat yang hadir pada misa perutusan, kami pun siap diutus mengemban misi di tanah Borneo.
“Semangat menjalankan misi, kalian akan mendapat banyak pengalaman”, pesan dari Bapa Uskup. Pesan itu mengingatkankubahwa hidup pasti memiliki tujuan dan misi yang ingin dicapai. Begitu juga dengan 9 Orang Muda Katolik dan 1 imam Keuskupan Agung Semarang yangpenuh semangat muda mewartakan kabar sukacita dari Sabang sampai Merauke. Berbekal semangat tersebut, kami berangkat menuju Tanah Borneo. Pesan Bapa Uskup juga mengantarkanku dalam permenungan dalam menjalankan misi kali ini.
Selamat Datang di Pulai Laman
Langkah kaki punmulai bergerak menuju Kalimantan tak lepas dari rasa kecemasan yang hinggap dalam pikiranku. Aku cemas bagaimana situasi danbagaimana cara berperilaku masyarakat disana yang konon masih sangat kental akan unsur adat istiadatnya.Pesan dari tim JLM sebelumnya yang pernah melakukan misi di Kalimantan, pesan dari Rama Bondhan dan beberapa imam yang ada di pastoran Paroki Tanjung menjadi modal kami. Kami berusaha menerka-nerka bagaimana situasi yang ada disana dan seperti apa yang akan terjadi.
Seperti kata pepatah “Tak Kenal maka Tak Sayang”, maka lokasi baru menjadi keharusan bagiku untuk mengenalinya. Aku liveindi stasi yang terkenal akan hal minuman tradisionalnya yaitu tuak. Hal yang juga memunculkan kekhawatiran adalah ketika harus naik klotok kecil dan perjuangan menuju ke tempat livein di Stasi Pulai Laman. Tuak menjadi minumanyang membuka adaptasiku di kehidupan umat tersebut. Aku dan agnes hanya minum sedikit ketika datang pertama kali. Sambutan yang ramah dengan umat sekitar pun menepis pikiran dan kekhawatiranku bagaimana situasi di tempat ini. Kami berangkat dari yang tak diketahui lalu berubah menjadi diketahui dan dikenang.
Hari demi hari kulalui dengan kegiatan bersama dengan umat terlebih dengan para OMK Pulai Laman yang terus mengajak dan memberikan kami situasi gambaran yang ada di Pulai Laman. Hari kedua tinggal di Pulai Laman menjadi hari dimana Rama Suby dan 2 rekan JLM berkunjung ke stasi kami. Sambutan meriah diberikan dari umat yang mengadakan pesta “bergendang”. Pesta dihadiri oleh seluruh umat Pulai Laman dan beberapa wilayah yang dekat. Pesta dan bergendang menarikku untuk semakin terlibat di dalam dinamika umat Terusansekaligus cara bagiku juga untuk masuk lingkungan baru. Inilah Pengalaman pertama berjoget diiringi alunan musik tabuhan tradisional.
Manusia Kuat
“Kau bisa patahkan kakiku, tapi tidak mimpi-mimpiku.
Kau bisa lumpuhkan tanganku, tapi tidak mimpi-mimpiku.
Kau bisa merebut senyumku, tapi sungguh tak akan lama.
Kau bisa merobek hatiku, tapi aku tau obatnya.
Manusia-manusia kuat, itu kita. Jiwa-jiwa yang kuat, itu kita.
Manusia-manusia kuat, itu kita. Jiwa-jiwa yang kuat, itu kita.”
Sebuah potongan dari lirik lagu yang berjudul ManusiaKuat oleh Tulus membawaku pada permenungan dengan dibawah rindangnya dedaunan pohon karet yang menari-nari seiring angin berhembus. Panas tanah Borneo khas garis khatulistiwa sedikit tergantikan dengan udara sejuk dari hutan karet yang ada.Kesejukan yang asri serasa mengingatkanku pada tanah Jawa.
Pengalaman masuk hutan ini membawaku melihat sepasang suami istri yang terus berjuang untuk merawat dan menjaga apa yang telah dipunyainya. Seseorang bertubuh kecilyang bernama Budin sempat merasakan belajar dan hidup di kota pelajar, Yogyakarta. Berbekal dari ilmu yang digalinya selama di Yogyakarta mendorong Budin untuk menerapkan hal itu di tanah kelahirannya. Ia bertekad untuk menjaga apa yang sudah dimulainya. Kegigihan yang dimunculkannya tak lepas dari apa yang telah dialami selama hidupnya. Hidup yang semula di rimba membuka pikirannya untuk mengenyam pendidikan. Jalan tak selamanya mulus itulah yang dirasakan selama menggapai mimpinya merasakan pendidikan yang ada.
Pengalaman hidup diluar dengan keluarga sejak kecil karena harus mengejar mimpi. Hal ini membawa dirinya untuk menyerahkan dirinya dengan ketentuan Tuhan. Hidup yang penuh perjuangan selaras dengan semangatnya melayani Tuhan. Jalan yang tak mulus tidak serta merta membuatnya patah semangat. Banyak cara dilakukan untuk menggapai mimpinya, hingga pada akhirnya berhasil selesai dan kembali ke tanah kelahiran.
Komitmen dan Prinsip
Keahlian yang dimilikinya tak dilepaskan begitu saja. Ia membagikan apa yang telah diraihnya selama pendidikan dengan tergabung dalam tim Karitas Keuskupan Ketapang. Palayanan yang tulus ikhlas membantunya terus bertahan hingga saat ini. Cara ini dilakukannya sebagai salah satu bentuk untuk menjaga alam yang telah ada. Ia berusaha menanam apa yang sebelumnya menjadi mata pencaharian masyarakat sekitar, yaitu dengan menanam pohon karet. Banyak yang telah dibagikan dengan masyarakat luas yang tergabung dalam timKaritas Keuskupan.
Karitas Keuskupan juga membawanya untuk sering pergi keluar dari tempat tinggalnya. Ia harus pergi setidaknya satu minggu dalam setiap bulannya. Hal ini mengharuskan dirinya meninggalkan istrinya yang bernama Irma dirumah. Keharmonisan yang terjalin di dalam bahtera keluarga membuat istrinya juga mendukung apa yang telah dilakukan sang suami. Selama semua dilakukan dengan baik pasti didukung. Ini juga ditunjukkan melalui kekompakkan mereka. Sang suami menanam dan bereksperimen, lalu sang istri yang berusaha menjual hasil dari kebun.
Saat ini,Budin juga masih berusaha mengembangkan produk pohon karet unggulan. Hal ini juga yang dibagikan dengan bersama timKaritas kepada masyarakat luas. Suatu ketika, sempat ada orang yang menginginkan agar Budin menggarapkan lahan kebun milik orang lain dengan menanam pohon karet unggulan. Akan tetapi, Budin belum mengambil tawaran tersebut karena ia ingin mengembangkan terlebih dahulukebun-kebun yang berada di Pulai Laman. Ia ingin semua itu bertahap demi sistem kontrol yang terjamin.
Pada suatu hari Budin juga sempat mendapat tawaran melalui temannya untuk bekerja di perusahaan yang behubungan dengan sawit. Namun, Budin menolak ajakkan itu karena ia tau konsekuensi yang akan terjadi dikemudian hari. Tawaran itu tidak hanya datang satu kali saja, tawaran datang hingga dua kali. Dengan mantap, Budin tetap menolak ajakan tersebut. Hingga, temannya mengatakan kepada Irma, “Suamimu bodoh atau bagaimana?Percuma kuliah tinggi-tinggi dan jauh namun ujung-ujungnya hanya kembali memegang parang dan kembali ke hutan”. Suatu perkataan yang menyadarkanku ketika mendengar cerita bahwa hidup itu memanglah keras. Teman memanglah teman tetapi terkadang teman juga bisa berubah seiring waktu karena suatu kepentingan.
Budin terus berdiri teguh dengan pendirian untuk menanam pohon karet. Budin juga berpikir untuk hari kedepan nanti juga bila hutan sudah tidak ada. Budin tidak ingin mengikuti arus yang ada lingkungan sekitar. Saat ini,sebagian arus Tanah Borneo beralih pada tanaman sawit. Banyak masyarakat yang menjual tanah untuk ditanami sawit. Hamparan perjalanan yang kami rasakan kanan kiri hanyalah ribuan pohon sawit.
Aku pun teringat perikop pada kitab Kejadian, “Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi”. Hal ini bukan berarti kita berkuasa sewenang-wenang dengan pemberian Tuhan. Penuhilah dan kuasailah muka bumi yang dimaksud adalah kita harus mampu merawat, menjaga, serta menghidupi apa yang telah diberikan Tuhan. Perikop tersebut juga mengingatkan kita akanpemberian Tuhan dan bagaimana kita mengelola apa yang ada untuk kesejahteraan masyarakat.
Prinsip menghidupi sabda Tuhan itu yang aku rasakan dan terlihat pada diri Budin. Dikala siang yang sejuk dan diiringi hujan yang membasahi bumi, kami makan bersama dengan mereka di dalam rumah sederhana. Ya, jamuan yang sangat terasa karena kami berdua bagaikan keluarga baru untuk mereka. Semangat Budin nampak waktu ia bercerita selama makan tentang proses perjalanan hidupnya yang sangat menarik untuk didengar hingga pada kejadian tawaran yang ia tolak.
Per-Jump-aan
Perjumpaan demi perjumpaan selama berproses Jejak Langkah Misioner #4 memberiku banyak pengalaman untukkurenungkan. Terkadang aku merasa ketika ingin keluar dari zona nyamanku sekarang, pastiakan timbul rasa kekhawatiran yang menyelimuti dalam hati dan pikiranku. Seperti halnya ketika pertama kali di Kalimantan, kekhawatiran masih menggebu.Syukur, hal itu luntur setelah berjumpa dan mendapat pesan daribapa Uskup dan para imam. Pesan-pesan yang diberikan ternyata bertahan sesaat, namun kembali luntur setelah bertemu dengan masyarakat di Stasi Terusan. Perjumpaan awal ini adalah langkah awal untuk menyiapkan diri di tempat live in. Kekhawatiran memang boleh saja hinggap di dalam hati dan pikiranku, tetapi harus segera aku singkiran selekas mungkin.
Kehadiranku sebagai seorang asing di Terusan dan stasi Pulai Laman ternyata membawa kesadaran untuk lebih ‘hadir’. Ya, lagi-lagi tamparan bagiku bahwa jangan terlalu berlebihan dalam kekhawatiran. Semua berubah dengan senyuman dalam suasana bahagia bagaikan keluarga baru yang hadir ditengah-tengah mereka.
Aku sadar bahwa ada kelemahan yang payah, yaitu tidak mudah cepat berinteraksi dan terbuka dengan orang baru. Aku memerlukan waktu yang tidak menentu untuk menyesuaikan diri, hal ini tergantung bagaimana aku merasa kerasan. Padahal, sejatinya perjumpaan adalah hal yang menyenangkan.
Aku berjumpa dengan seorang lelaki bernama Budin yang memiliki sikap komitmen serta teguh dalam pendirian. Bagiku Budin memanglah kuat dalam komitmen dan prinsipnya, hal ini seiring dengan situasi di masyarakat sekitar yang sangat kuat dalam mengikuti arus perubahan. Komitmen dan prinsip yang terlihat dari sosok Budin menyadarkan untuk merefleksikan diriku. Terkadang, aku belum kuat dengan komitmen dan prinsipku, sesekali aku goyah dengan situasi yang ada. Ternyata, memang tidak mudah untuk menjaga komitmen dan prinsip hidup, namun selama aku masih hidup di situlah aku akan terus berusaha berjuang menjaga komitmen dan prinsipku.
Per-Jump-aan, kata “Jump” membuka hati dan pikiranku untuk mau melompat dari keadaan yang ada sekarang, melompat dari kenyamanan dan membuat lompatan baru dalam hidupku. Banyak hal yang akan ditemui dari zona baru. Perjumpaan di awal memang tidak mudah, akan tetapi perjumpaan itu juga akan mengubah dari yang tidak nyaman menjadi hal yang lebih bermakna Hal inilah yang aku dapat dalam proses JLM #4.
Indonesia adalah Surga
“Orang bilang tanah kita tanah surga” kata laguKolamSusukarangan Koes Plus menggambarkan bagaimana keadaan Indonesia. Ya, memang Indonesia sangatlah beragam, tidak hanya budaya, namun alam juga sangatlah beragam. Dunia pun mengakui Indonesia bahwa tanah-surga bagi setiap orang. Tanah Borneo merupakan salah satu tanah-surga, tidak hanya bagi Indonesia namun bagi dunia juga.
Pengalaman demi pengalaman yang dirasakan selama live in memberikan pandangan baru bagiku untuk “bergerak keluar dari kebiasaan dan rasakan apa yang ada diluar tempatmu”. Mungkin ini yang tergambar dari apa yang kurasakan. Hidup dalam suasana kekeluargaan, kesederhanaan, hidup menggereja, berdoa bersama keluarga dan beberapa hal yang kulakukan namun mungkin jarangku lakukan selama berada di tanah Jawa ini. Pepatah “tak kenal, maka tak sayang” ini juga mengantarku untuk berani mengambil langkah sesuai dengan keinginan hati terlebih melihat Gereja Indonesia yang lebih dalam lagi.
“Terjadilah padaku menurut kehendak-Mu” kutipan ini juga yang mengingatkanku bahwa semua yang dilakukan pasti akan terjadi menurut kehendak Tuhan. Seperti halnya kekhawatiran dan kecemasan yang ku rasakan selama persiapan serta pada saat dilokasi semuanya ku serahkan kepada Tuhan, semua telah dipersiapkan namun semua kembali lagi pada kehendak Tuhan. Tiada hal yang mustahil bagi Tuhan dan jika Tuhan telah berkehendak maka semua akan menjadi Indah.
Pengalaman #borneomemanggil dan cerita pengalaman Budin membawaku ingin melihat lebih jauh lagi bagaimana situasi di luar Jawa. Jujur saja pengalaman iman yang kurasakan di Jawa dan tanah Borneo sangatlah jauh berbeda. Sungguh, Iman disana sangatlah kuat untuk menjaga kerukunan, serta hidup dalam doa terus digiatkan. Pengalaman yang membawaku pada #indonesiamemanggil, banyak hal yang tidak terduga akan terjadi selama melayani dan aku siap untuk merasakan bermisi kembali.
Tanahku Surgaku yang berada di wilayah hilir terwujud dari sikap kesederhanaan, kekeluargaan, menjaga keutuhan lingkungan serta tekun dalam berdoa. Tanah yang mereka injak hendaknya menjadi miliki mereka sendiri bukanlah menjadi milik orang lain. Kekeluargaan yang tergambarkan juga sebagai salah satu wujud bagaimana hidup harmonis itu menyenangkan dan membuat tenteram. Menjaga keutuhan ciptaan juga sebagai bentuk menghadirkan Surga untuk di kemudian hari, sehingga tidak mati atau hancur.
Terimakasih Tuhan telah mengizinkanku untuk merasakan apa yang sebelumnya tidak ku kenal kini menjadi kenangan, mempertemukan sosok seorang muda gigih pada pendirian yang mungkin bagiku wajahnya tidaklah asing seperti pernah bertemu. “Lakukanlah jika memang itu mampu untuk kamu lakukan”. Tuhan bersama diriku bukan di depan ataupun di belakang, namun Tuhan berada di sampingku melalui orang-orang yang hadir di sekitarku.
Albertus Ivan H adalah seorang mahasiswa jurusan Psikologi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Perjaka asal paroki St. Antonius Kendal ini giat aktif dalam kegiatan Orang Muda Katolik dan kegiatan di kampusnya, salah satunya di Biro Psikologi Universitas yang berada di Paingan, Yogyakarta.
0 Komentar