Saya Orang Paling Beruntung
Oleh : Andreas vibriana Lucky Purwidiantoro
Pertemuan pertama bersama teman seperjuangan yang memiliki tempat misi yang berbeda memberikan kesan yang mendalam bahwa ternyata kita “tidak sendiri”, masih banyak laskar-laskar kristus tyang senantiasa memberikan sebuah warna baru bagi tempat yang mebutuhkan sebuah perubahan tentunya perubahan iman dan keyakinan bahwa tidak ada hal yang begitu rumit di dunia ini. Kita hanya membutuhkan sebuah keyakinan bahwa ada pertemuan pasti ada hati yang akan selalu membekas, dan bukankah sebuah perpisahan yang akan menutup kisah sejarah tersebut tetapi akhir hayatlah yang akan mengakhiri semua itu karena kita sudah tidak dapat lagi yang mengingatnya kembali. Banyak hal yang ingin di pelajari dan didapatkan namun terkadang keterbatasan dan kemampuan tidak mau mewujudkannya, hanya sebuah senyuman yang mampu menjawabnya untuk tetap upbagi semua orang yang di jumpai.
Keinginan untuk mencapai hasil yang maksimal meskipun tidak di ketahui oleh banyak orang juga membutuhkan namanya sebuah resiko dimana pengalaman menjadi dasar untuk kita dapat berbicara dan menyampaikan kepada orang lain yang belum dapat melihatnya. Hal tersebutlah yang membuat sumbu jiwaku ini berkobar-kobar, tanpa ada sebuah pertimbangan dan berfikir panjang untuk mengatakan “iya”. Pertemuan dengan orang-orang baru membuat saya semakin yakin bahwa saya benar-benar menjadi tangan kanan kristus, mati untuk-Nya dan hidup untuk-Nya. Tak ada lagi yang namanya sebuah keraguan dalam hidup, biarkan terus berjalan meski harus mendapatkan sebuah penolakan dalam hidup sendiri.
Saya tidak pernah melihat hari menjadi sebuah pengalaman dalam hidup tetapi setiap hembusan nafaslah yang menjadi sebuah pengalaman hidupku yang tidak banyak orang memilikinya, hidupku haus akan pengalaman dimanapun di utus saya akan siap menjalankannya karena saya yakin misiku tak akan berakhir sebelum semua yang saya impikan dalam mimpi terwujud. Satu hal yang saya peroleh dari pengalamanku ketika kurang lebih 2 minggu berada di Getentiri, ya... tidak jauh dari yang pernah saya katakan sebelumnya kepada teman-teman ku waktu di bangku perkuliahan yang langsung di saksikan oleh dosen wali. Daya mengatakan : “dari semua orang yang berada di sini sayalah orang yang paling beruntung”. Meskipin saya serng jatuh bangun tapi saya berani katakan bahwa saya manusia yang begitu dimanja, masih banyak orang yang membutuhkan sebuah perhatian, banyak kebahagiaan yang tidak mereka dapatkan, dan sebuah keadilan yangtidak mereka pahami. Ketika orang mengatakan “Tuhan itu maha adil” tapi saya mengatakan “kehidupan itu maha tidak adil”, banyak orang mengatakan akan bawa sebuah perubahan, sebuah revolusi tapi saya rasa itu untuk mereka sendiri. Apa daya diriku ini yang hanya mengembalikan tangan saja tidak mampu untuk memberikan sebuah kebahagian bagi setiap orang!!!
Situasi perasaan saat itu ibarat sebuah es campur yang penuh dengan rasa buah setiap tetesnya. Sepenggalperasaan mengandung makna yang mendalam bagi dirikku, rasa takut, gelisah, senang, gemibira, duka, was-was. Sombong dan naif hadir menghiasi setiap jam berdetak yang senantiasa berganti tanpa pikir panjang. Munkinkan ini yang dinamakan pengalaman ataukah seorang pecundang yang tidak mampu menstablikan keadaan tetapi hanyut dalam sebuah penderitaan.
Saat itu saya hanya bisa katakan “tuhan semangatkanlah jiwa ku” saya tidak mau berakhir disini biarkanlah perasaan ini menjadi cobaan ku untuk lebih menyerahkan dirku kepada Mu. Lekaslah buang rasa ini dan biarkan diriku menjadi titik cahaya untuk menyinari kegelapan dalam jiwa umat Mu, biarkan diriku menjadi pencair bagi umat Mu yang begitu dingin dan kosong akan iman dan keyakinan terhadapMu.
Hari berganti haripun saya mulai mengerti akan kehidupan yang mereka impikan, layaknya seperti seorang manusia yang mempunyai harapan dan cita-cita membuat saya harus bekerja kerras lagi menjadi seorang katekis yang berjiwa mulia. Semoga melalui perasaan yang saya alami membawa saya untuk belajar lebih dalam mengenai sebuah kehidupan yang singkat ini.
Tidak banyak yang saya lakukan saat itu, seperti yang saya katakan sebelumnya keterbatasan dan kemampuan terkadang tidak mampu mewujudkannya. Saya hanya melakukan kewajiban ku sebagai seorang katekis pada umumnya dan sedikit memberi warna dalam tugas tersebut. Ya... tentunya yang belum pernah dilakukan tapi tidak sedikitpun menghilangkan atau mengurangi yang sudah berjalan sebelum-sebelumnya.
Pada saat itu saya lebih cenderung mengamati dan mempelajari yang tidak saya miliki. Kehadiran teman seperjuangan telah membuka mata saya untuk lebih kreatif dalam memberikan pewartaan dan rasa solidaritas saling mendorong satu dengan lainnya, tidak mempunyai rasa lelah untuk memberikan pelayanan yang maksimal bagi setiap orang yang dijumpainya.
Banyak nilai yang didapat meskipin diri saya sebenarnya tidak memiliki nilai bagi yang lain, yang pertama adalah sebuah kebersamaan untuk saling memberikan dukungan, kepercayaan, dan kemampuan dimana tidak ada lagi jurang pemisah antara tim melainkan sebuah jembatan yang selalu memberikan kemudahan dalam berekspresi. Kedua perilaku, pengalaman ini membuat saya mendapat sebuah kewajiban yang harus dingat dimana kita masuk ketempat yang baru harus menghormati dan meminta ijin terlebih dahulu. Belajar ber sopan santun yang sering diajarkan sewaktu kecil harus diingat dimanapun berada karena itu sangat di butuhkan untuk berkomunikasi dengan orang lain. Ketiga gotong royong, semudah apapun perkerjaan tersebut bila di lakukan secara bersama-sama maknanya akan lebih besar dari pada di kerjakan sendiri. Hal tersebut yang selalu saya bawa dimanapun saya berada dan ternyata memiliki sinyal yang cukup bagus ketika umat setempat melaksanakannya, saya merasa perayaan paskah ini menjadi milik bersama dan saya juga merasa keluarga saya ada disana untuk menghilangkan rasa sedih dan kerinduan yang selalu di nanti-nanti kan.
Makna rohani saya lebih cenderung melihat dari pengalaman ku ternyata hanya saya saja yang mendapatkannya. Dari film, dongeng, sampai cerita yang pernah saya dengarkan saat itu pun saya memahaminya secara langsung ternyata kita hidup di dunia ini tidaklah sendiri. Mereka yang telah meninggalkan duninya ini ternyata masih berada di sekeliling kita, mereka yang telah meninggalkan dunia ini ternyata masih berada di sekeliling kita, mereka mengamati kehidupan kita dengan rasa penyesalan selama hidupnya karena mereka tidak menemukan jalan kemana mereka harus melangkah dan hanya terbelenggu dalam dunia yang mereka ciptakan sendiri.
Kenyataan ini pun terkadang tidak mudah untuk menyampaikan kepada orang lain bahwa selama hidup perlu mengumpulkan bekal perjalanan dan hiduo di dunia ini juga sebenarnya yang akan menentukan jalan kemana selanjutnya kehidupan berikutnya. Satu hal yang dapat saya katakan dalam pengalaman rohani ini bahwa itu sungguh-sungguh benar dan bukan hanya tertulis dalam sebuah buku kitab suci maupun sabda, bahwa : “setelah kehidupan ini berakhir maka akan ada kehidupan selanjutnya yang harus manusia lalui di dunia yang lain”. Semoga apa yang saya dapat sampaikan ini dapat berguna bagi orang lain, meskipun hanya sepenggal kisah tapi saya berharap dapat di pahami dan di hayati. Tuhan Memberkati, Amin.
0 Komentar