Hidup hanya sekali, jadilah berarti
Oleh: Lanang Putro Raharjo
Dalam bahasa Jawa, ada sebuah ungkapan yang berbunyi: “Urip iku urup!” (Hidup itu menyala). Secara sederhana, makna dari ungkapan tersebut adalah ketika seseorang dikatakan hidup hendaknya tidak sekadar hidup sambil lalu saja, akan tetapi harus urup, menyala, mempunyai greget dan semangat juang. Ketika aku merenungkan ungkapan “urip iku urup”, aku melihat sendiri bagaimana kehidupanku ini tidak mencerminkan ungkapan tersebut. Hidup sebagai masyarakat, terkhusus sebagai orang Katolik, rasa-rasanya aku “ora urup” (tidak menyala). Menjadi orang Katolik ya mungkin hanya tulisan di KTP saja. Jangankan “urup”, mungkin urip-pun, TIDAK! Aku termasuk orang yang malas mengikuti kegiatan-kegiatan Gereja, malas mengikuti kegiatan OMK, tidak berperan aktif di Paroki, bahkan merayakan Ekaristi tiap minggu pun aku malas.
Di tengah situasi diri yang seperti itu, aku mengenal kegiatan Jejak Langkah Misioner ke-2 (JLM #2) Keuskupan Agung Semarang. Kegiatan ini merupakan gerakan Komisi Karya Kepausan Indonesia KAS yang memiliki visi untuk menumbuhkan semangat misi dalam diri imam, biarawan/ti, dan awam. Sebagai sebuah kegiatan misi ke luar Pulau Jawa, aku merasa tertarik untuk mengikutinya. “Kapan lagi bisa pergi ke luar Pulau Jawa. Terus bisa naik pesawat. Pasti seru!”, pikirku waktu itu. Setelah mendaftarkan diri dan berproses bersama teman-teman JLM #2, akhirnya, tibalah waktunya aku dan teman-teman melaksanakan tugas perutusan ke Pra Paroki St. Maria Kualan Sekayok, Botong, Balai Berkuak, Ketapang, Kalimantan Barat.
Berbagi dalam keterbatasan
Setiap perjalanan yang dilalui sungguh mengesan. Setiap perhentian dan perjumpaan yang penuh kehangatan tak mungkin terlupakan. Itulah yang kurasakan ketika melakukan tugas misi di Botong. Di tempat ini untuk pertama kalinya, aku merasakan situasi dimana tidak ada sinyal, listrik terbatas, akses transportasi yang sulit dan keterbatasan-keterbatasan yang tak pernah terbayang sebelumnya.
Hidup di pedalaman Kalimantan yang penuh dengan rasa persaudaraan membuatku cepat beradaptasi dan tetap bisa beraktivitas tanpa harus bolak-balik melihat notification di smartphone, siapa yang like statusku, follower-nya bertambah berapa dan lain sebagainya. Cukup dengan berinteraksi dengan masyarakat setempat dan teman-teman muda yang menyapa hangat sudah membuatku betah.
Dalam setiap perhentian aku berjumpa dengan orang-orang baru yang unik, beberapa cukup menarik dan inspiratif. Salah satu pengalaman yang membuatku tergugah adalah perjumpaan dengan Regius Lisus, salah satu OMK dari Stasi Simbal. Lisus adalah seorang anak muda dari Desa Simbal. umurnya 26 tahun dan tinggal bersama ibu dan adiknya. Pada suatu kesempatan ia bercerita bahwa dirinya merasa terpanggil untuk memajukan kehidupan iman Katolik di daerahnya. Ia menceritakan bahwa dulu di Simbal hampir 80% masyarakatnya beragama Katolik, akan tetapi saat ini kebalikannya, hanya 20% saja yang beragama Katolik. Bagi Lisus, keprihatinan tersebut muncul karena kurangnya pembimbing atau setidaknya prodiakon yang melakukan kunjungan bagi umat Katolik di daerahnya. Oleh karena itu, Lisus dengan ketulusan hati rela memberikan waktu dan tenaganya untuk mempertahankan keadaan umat Katolik di Simbal dan selalu berharap bisa semakin berkembang jumlahnya.
Secara khusus Lisus mendampingi anak-anak usia lima sampai duabelas tahun di Simbal. Kegiatan terakhir yang diceritakannya adalah lomba perayaan hari Natal. Dengan segala keterbatasannya, Lisus dan beberapa teman mengumpulkan dana untuk penyelenggaraan lomba tersebut. Akhirnya, dana terkumpul dan mereka membuat beberapa perlombaan, seperti lomba membaca Kitab Suci, menghapalkan syahadat Aku Percaya, Bapa Kami dan Salam Maria, lomba mewarnai tokoh Kitab Suci dan lain sebagainya. Bagi mereka yang mengikuti dan bisa menghapal doa-doa tersebut akan diberi buku, pensil, Rosario dan hadiah yang lainnya kemudian.
Setelah menceritakan kegiatan lomba tersebut, Lisus mengungkapkan rasa kesalnya ketika ia berhadapan dengan orang-orang yang mengolok-olok dirinya, “Saya ini kan lulusan Sekolah Dasar dan tidak bisa lanjut sekolah karena keadaan ekonomi keluarga. Oleh karena itu, beberapa orang melihat saya sebagai orang yang bodoh dan tidak mumpuni untuk mengajar katekese kepada anak-anak. Di sana, saya sering merasa tidak semangat lagi untuk mewartakan”, demikian katanya. Lisus merasa kesal karena apa yang dilakukannya itu tidak dilihat dari ketulusannya dalam menumbuhkan semangat iman Katolik di daerahnya. Dalam segala keterbatasan yang ada, Lisus ingin berbagi kasih terhadap sesama, khususnya kepada anak-anak SEKAMI yang setiap hari Minggu berkumpul di kapel untuk belajar membaca Kitab Suci. Sangat sederhana, tapi cukup keras menamparku.
Merasakan akses transportasi di pedalaman dan segala sesuatunya itu terbatas, membuatku ternganga ketika melihat ada orang muda yang mau dan rela memberi waktu-tenaganya untuk mendampingi anak-anak dalam memupuk iman akan Yesus Kristus sang Gembala Baik. Aku sendiri heran, “Kok mau-maunya Lisus melakukan itu semua? Apa sih yang ia dapatkan dengan merelakan waktu dan tenaganya untuk itu semua?”. Lalu kata Lisus, “Mumpung saya masih hidup, saya ingin terus berbagi”. Aku pun terdiam. Untuk kedua kalinya aku ditampar.
Hidup hanya Sekali, Jadilah Berarti!
Perjumpaan dengan Regius Lisus membuatku belajar bahwa di pedalaman desa seperti itu masih ada orang-orang yang mau mengabdikan diri, memberi waktu dan tenaganya untuk kehidupan menggereja. Sedangkan di Yogyakarta dengan segala fasilitas dan kemudahan yang ada, aku justru malas ke gereja, tidak aktif dalam kegiatan-kegiatan OMK, dan lain sebagainya. Jika dibandingkan antara semangatku dan semangat Lisus, jelas aku kalah aktif sangat jauh daripada Lisus. Meski terbatas dan sering mendapat olokan, Lisus tetap mau dan tekun setia berbagi diri dan waktu untuk anak-anak di sana.
Lisus sendiri mengatakan bahwa selama ia masih diberi hidup, ia akan terus berbagi. Ungkapan tersebut mengingatkanku untuk menyadari bahwa Tuhan memberikan anugerah kehidupan bagi manusia untuk mengemban tugas, yakni menjadi berarti bagi sesama dan alam semesta. Sama seperti Lisus yang mengabdikan diri bagi kehidupan Gereja di sana, aku pun merasa terpanggil untuk lebih tekun dalam kehidupan menggereja. Aku sudah diberi fasilitas dan kemudahan di Yogyakarta, kenapa aku malas? Aku harus membangun niat diri untuk semakin mau terlibat dan berbagi berkat dalam kehidupan di Gereja dan masyarakat. Bukan untuk menjadi hebat, tapi menjadi lebih berarti, punya greget, urup!
Benar bahwa hidup ini hanya sekali dan aku harus membuatnya berarti. Berarti untuk siapa? Pertama, berarti untuk diriku sendiri. Aku harus menyadari bahwa aku berharga dan diberi anugrah serta talenta dari Tuhan. Maka, sudah sepatutnya aku memanfaatkan talenta dan kesempatan yang telah diberi untuk mengembangkan diri. Kedua, aku harus menjadi berarti bagi sesama. Dalam kehidupan bersama, aku tidak bisa lepas dari orang-orang di sekitarku. Menjadi berarti untuk mereka berarti mau dengan rendah hati duduk bersama mereka yang kecil, miskin dan tersingkir; mendengarkan mereka yang putus harapan dan menjadi rahmat bagi mereka yang sakit.
Ketiga, menjadi berarti bagi lingkungan dan alam semesta. Aku harus sadar bahwa bumi ini pun ciptaan Tuhan yang harus dihargai dan dijaga keutuhan. Panggilan untuk merawat alam harus tertanam dalam diriku. Untuk apa? Untuk mereka kelak, anak-anak yang tengah dibesarkan. Secara sederhana dalam setiap perjalanan yang kulalui di Botong menumbuhkan semangat misi dalam hidupku. Terlebih untuk diriku sendiri, aku mulai menempatkan diriku sebagai orang yang tidak mudah mengeluh dan malas setiap mendapat tanggungjawab dan perutusan, baik di Gereja maupun di masyarakat. Aku semakin diteguhkan untuk rajin mengikuti Ekaristi dan kegiatan Gereja yang lainnya. Dan, seandainya saya diutus untuk bermisi di tempat jauh lagi: SAYA SIAP! Hidup hanya sekali, jadilah berarti! (Lanang)
- Home-icon
- KKI
- Profil KKM KAS
- Serikat Kepausan
- _Pengembangan Iman
- __Warta KKM
- _Anak dan Remaja Misioner
- __KKM KAS
- __KKM Semarang
- __KKM Surakarta
- __KKM Yogyakarta
- __KKM Kedu
- __SOMA
- _Persekutuan Misioner
- __JLM#1
- __JLM#2
- __JLM#3
- __JLM#4
- _Pengembangan Panggilan
- __Propang Kev Kedu
- __Propang Kev Semarang
- __Propang Kev Surakarta
- __Propang Kev DI Yogyakarta
- __Kongregasi
- __Warta Kongregasi
- __Warta Panggilan
- Youtube
0 Komentar