Bermisi: Mencari dan Menyelamatkan

Salam Misioner, 

Anak-anak, para remaja, kaum muda, ibu bapak, eyang kakung putri, suster, bruder, romo yang terkasih dalam Kristus ... 

Berkah Dalem ... 

Kembali Komisi Karya Misioner (KKM) dan Karya Kepausan Indonesia (KKI) menjumpai anda semua dengan lembaran Katekese Bulan Misi ini. Benar sekali. Bulan Oktober adalah bulan misi Gereja. Hari Minggu Misi Sedunia akan jatuh pada tanggal 22 Oktober 2017. Dalam permenungan dan devosi kita kepada ibu Maria Ratu Rosario Suci, kita juga mengingat tugas bermisi yang menjadi jatidiri Gereja dan jatidiri setiap orang Katolik dimanapun mereka berada. Bersama St Theresia Kanak-Kanak Yesus, kita selipkan doa-doa kita untuk para misionaris, baik awam maupun religius yang gigih berkarya mengabarkan sukacita Injil terutama di tempat-tempat sulit, di medan perang, dalam penindasan dan bahaya kematian. Pun kita mohon keberanian untuk bersaksi melalui medan hidup kita masing-masing. 

Misi sebagai Jantung Iman Kristiani
Di bulan Misi yang ke 91 ini, Paus Fransiskus menyapa seluruh umat Katolik dengan mengingatkan bahwa Yesus Kristus adalah Penginjil pertama dan terbesar yang terus menerus mengutus kita untuk mewartakan kabar gembira cinta Allah Bapa dalam kuasa Roh Kudus. Yesus itulah yang memanggil kita untuk ikut berjalan dari pengalaman ke pengalaman untuk menjadi saksi-Nya. Misi Gereja bukan sekedar penyebarluasan paham tertentu atau aliran tertentu, tetapi membawa orang pada perubahan hidup karena mengalami Kristus yang hadir dalam hidupnya. 

“menjadi Kristiani bukan hasil dari sebuah pilihan etis atau gagasan luhur, tetapi perjumpaan dengan suatu peristiwa, seorang Pribadi, yang memberikan kehidupan suatu cakrawala baru dan arah yang menentukan” (Benedictus XVI, Deus Caritas Est, 1)
Demi perjumpaan-perjumpaan itu, setiap orang diajak untuk pergi, melangkahkan kaki, keluar menjumpai setiap pribadi dan menempuh setiap pelayanan yang semakin meneguhkan, mendekatkan, serta menjadi tanda-tanda kehadiran Kerajaan Allah. Juga seandainya pengalaman-pengalaman itu mengundang resiko. 

Kita diminta untuk pergi keluar dari zona nyaman kita sendiri untuk menjangkau semua ‘pinggiran yang membutuhkan terang Injil’ (EG 20)
Misi mengingatkan Gereja bahwa ia bukanlah akhir dari dirinya sendiri, tetapi merupakan alat dan perantara sahaja dari Kerajaan Allah. Gereja yang mengarah pada dirinya sendiri dengan ukuran kesuksesan duniawi, bukanlah Gereja Kristus, Tubuh-Nya yang tersalib dan mulia. Itulah mengapa seharusnya kita lebih menyukai “Gereja yang memar, terluka dan kotor karena pergi keluar ke jalan-jalan, daripada Gereja yang sakit karena menutup diri dan nyaman melekat pada rasa amannya sendiri” (EG 49)

Sri Paus juga mengingatkan bahwa Kaum muda adalah harapan misi Gereja. Wajah Gereja sebagai Gereja misioner turut terbentuk oleh semangat dan keberanian kaum muda dalam aksi-aksi solidaritas untuk menghadapi masalah-masalah dunia. Kehadiran kaum muda itu dengan sendirinya merupakan pewartaan Injil, 
Betapa indahnya menyaksikan bahwa kaum muda adalah ‘pengkotbah-pengkotbah jalanan’ yang dengan sukacita membawa Yesus ke setiap jalan, setiap lapangan kota dan setiap sudut dunia! (EG 106)

Oleh karenanya, Gereja dipandang hidup ketika gairah misionernya berdenyut. Dan untuk menjaga denyut jantung imannya, diperlukan kerjasama dan komitmen berbagai pihak dalam berbagai wujud. Paling tidak, serikat-serikat Karya Kepausan sudah memulai gerakan dengan mengembangkan semangat 2D 2K; doa, derma, kurban, dan kesaksian.  

Mencari dan Menyelamatkan
Senafas dengan seruan Sri Paus tadi, sebagai umat Allah Keuskupan Agung Semarang, kita juga patut bersyukur atas kehadiran Mgr Robertus Rubiyatmoko sebagai gembala kita. Ketika Sri Paus mengajak kita untuk melangkahkan kaki dan bermisi, kita juga diajak untuk bangkit berdiri mencari dan menyelamatkan jiwa-jiwa yang jauh dari Kerajaan Allah. 

Kita tahu bahwa dewasa ini ada banyak kritik yang ditujukan kepada Gereja. Gereja tampak lesu karena umat di lingkungan-lingkungan tenggelam dalam rutinitas yang membosankan. Amem. Sepi. Gereja dianggap kurang menarik karena seolah berwajah tua dan itu-itu saja. Gereja seperti tidak bertumbuh dalam panggilan karena kesaksian hidup para imam dan biarawan kurang menantang bagi kaum muda untuk mulai memikirkannya. Gereja dirasa kurang hadir karena krisis peran kaum awam dalam medan politik, kebangsaan, dan kenegarawanan. Gereja yang terseok-seok karena karya-karya besar cenderung terlalu gemuk dan kurang lincah menjangkau cita-cita pelayanannya. 

Tapi, kita tidak ingin menjadi reaktif dan baperan. Ada cukup banyak karya-karya, inisiatif, kreativitas, catatan-catatan kenabian, apresiasi, yang menunjukkan tanda-tanda vital Gereja. Lingkungan-lingkungan yang kreatif ngopeni para sepuh untuk tetap bertahan dalam harapan hidup mereka; paguyuban keluarga-keluarga muda yang dibentuk sebagai wadah sharing dan saling meneguhkan dalam menjalani bahtera rumah tangga; jibaku umat lingkungan untuk hadir dan mengorbankan diri sebagai panitia pembangunan desa atau bahkan masjid; anak-anak muda yang belajar bermisi; remaja yang aktif berlatih mendampingi adik-adiknya; paroki-paroki yang mengadakan bedah rumah untuk keluarga miskin; dan masih banyak lagi narasi-narasi kecil upaya kita menghadirkan Kristus bagi dunia. Itulah denyut-denyut nadi misioner Gereja kita yang sesungguhnya amat kaya dengan pengalaman-pengalaman iman. Pengalaman itu menjadi daya kita untuk mulai ambil bagian dalam apa yang dikibarkan oleh bapak Uskup. Cari dan selamatkan. 
Di jaman ‘media sosial’ ini rasa-rasanya yang baik perlu dilengkapi dengan keterampilan untuk mengemas dalam warta yang meneguhkan dan memberi oase pada kekeringan-kekeringan hidup dan relasi kita di dunia. Bukannya mau sekedar sombong atau narsis belaka, tapi supaya yang baik juga berkembang dan mendunia. 


Bersama Anak dan Remaja: Berbagi Ceria dalam Bineka
Di Keuskupan Agung Semarang, KKI/KKM ambil bagian dalam terutama dalam animasi anak dan remaja. Tiga tahun ini, remaja dan pendamping digiatkan bersama dengan kegiatan School of Missionary Animators (SOMA). Kegiatan ini adalah wahana kaderisasi misioner untuk remaja dan pendampingnya. Para remaja mulai dikumpulkan untuk membangkitkan kebanggaannya sebagai anak-remaja Katolik. Sesudah itu kebanggaannya diisi dengan keberanian dan tanggungjawab. Dan akhirnya keberanian serta tanggungjawabnya dipertajam dengan kesadaran sosial. Ada banyak buah refleksi yang ditemukan oleh anak dan remaja yang juga ditulis disini. 

Tahun 2018 bagi Serikat Kepausan Anak dan Remaja Misioner juga merupakan tahun syukur atas 175 tahun keberadaan Sekami (Pontificium Opus a Sancta Infantia – POSI). Syukur ini ingin diwujudkan dengan membangun gerakan-gerakan animasi lanjut untuk membiasakan anak dan remaja yang sehat, suci, sregep, dan srawung. Anak dan remaja yang dilahirkan dalam kebinekaan perlu didampingi agar sejak awal sudah mampu bersyukur atas perbedaan, dan mengemban misinya untuk merawat kehidupan di tanah air tercinta ini. Makin dini mereka diajak untuk sadar, srawung, bergaul, bertetangga, berkiprah dalam hidup sosial, dan mencecap semangat Pancasila-NKRI akan makin baik untuk masa depan kita semua. 

Memang diperlukan bantuan dan uluran tangan dari semua pihak untuk membantu memastikan anak-anak dan remaja bertumbuh gembira dalam perbedaan. Orang tua yang bijaksana, terlebih dalam mendampingi anak-anak supaya tidak terlalu dini tenggelam dalam pergaulan dunia maya secara kurang seimbang dengan dunia nyata; para pendamping (lingkungan-paroki-kevikepan-keuskupan) yang tanpa kenal lelah dan kreatif menjadi teman seperjalanan dan sekaligus kakak yang baik untuk adik-adiknya; juga dalam kerjasama dengan para frater, suster, bruder, para romo untuk menjadi pendamping rohani-gembala-maupun animator panggilan bagi anak dan remaja. 

Dan akhirnya, kami hendak mengajak-memohon agar dalam setiap doa rosario dan permenungan baik secara pribadi-keluarga-lingkungan-Gereja (jangan lupa dan jangan bosan ajak anak dan remaja) untuk mendoakan para misionaris dimanapun mereka berada dengan perjuangan mereka untuk bermisi. 

Tentu saja sambil mengingat bahwa kita adalah misionaris-misionaris Kristus dalam hidup kita masing-masing. 

Nah tunggu apa lagi. Mari bermisi. Mari mencari dan menyelamatkan.  Satu jiwa yang diselamatkan setiap hari dengan kebaikan-kebaikan terkecil sekalipun adalah kabar baik bagi seluruh dunia.

Mari, bermisi setiap hari.  


Museum Misi Muntilan, 

Pada Pesta Kelahiran Bunda Maria
8 September 2017



Posting Komentar

0 Komentar