Berkenalan dengan Bapak Uskup yang Baru, Mgr Robertus Rubiyatmoko*



Kita punya uskup Baru. Sejak ditahbiskan, beliau sudah langsung aktif berkunjung dan berjumpa dengan umat, baik di kelompok-kelompok dan lembaga pelayanan, maupun di paroki-paroki dalam kesempatan penerimaan Sakramen Krisma. Tentu kita semua gembira, memiliki uskup baru. Namun semoga tidak berhenti pada kegembiraan saja, karena Bapak Uskup Mgr Rubiyatmoko mengajak kita semua umat Katolik Keukskupan Agung Semarang khususnya untuk ikut membangun semangat berbagi keselamatan. Nah, agar makin terlibat dan makin sayang, mari kita berkenalan dengan pribadi beliau. 

Darimana beliau berasal?
Romo Rubi berasal dari paroki St Petrus dan Paulus Babadan. Tepatnya, dari dusun Demangan, Wedomartani, Ngemplak, Kabupaten Sleman. Romo Rubi dilahirkan pada 10 Oktober 1963 sebagai putra pasangan Bapak Stanislaus Sipon Harjopartono dan ibu Elisabeth Dalikem. Romo Rubi adalah putra ke 4 dari 5 bersaudara. Keluarga ini merupakan keluarga Katolik pertama yang menjadi cikal bakal keluarga-keluarga Katolik di Dukuh Demangan.

Bagaimana beliau melalui masa kecil dalam keluarga?
Romo Rubi dibesarkan dalam keluarga petani dan sehari-harinya akrab dengan dunia tani dan ternak. 

Pada masa kecilnya Romo Rubi selalu ikut mencari rumput sampai di Bulak Sumur atau menggembalakan bebek di sawah, atau kekrek (membersihkan batang-batang padi setelah panen). Keluarga beliau memang keluarga Katolik. Suasana pendidikan iman Katolik sudah dibangun setiap hari dirumah. Kebersamaan iman dibangun dengan berbagai cara. “Suasana religius cukup bagus. Saya sangat senang bagaimana bapak dan simbok saya itu mendidik kami, anak-anak. Yang namanya doa bersama itu tiap hari.” “Mau tidur pasti doa bersama. Dan ketika anak-anak tidur, bapak – simbok itu keliling kamar anak-anak untuk memberi berkat. Itu penanaman keimanan yang sangat hebat dari orang tua saya,” kata Mgr Rubi. 

Setelah memberi berkat, bapak dan ibu melanjutkan doa rosario berdua. Dari suasanan yang religius itulah, semua anak laki-laki dalam keluarga Bapak Ibu Harjopartono berniat pada suatu ketika berniat menjadi imam. 

Cerdas, sederhana, dan suka membantu
Sejak kecil, Romo Rubi memang sudah menampakkan kecerdasannya. Itu dikisahkan oleh kawan-kawan dan saudaranya. Selama menempuh pendidikan sejak TK Indriasana, SD Kanisius Babadan, dan SMP Sanjaya Pakem, Rm Rubi selalu memiliki nilai terbaik. Tidak mengherankan bahwa di seminari nilai-nilai kuliah beliau juga selalu terbaik. 

Ketika kecil Rm Rubi juga dikenal penurut dan rajin, tidak pernah bermain terlalu sore karena harus membantu orang tua dengan pekerjaan sebagai petani, dan senang berbagi. “Waktu di Seminari Menengah Mertoyudan, ketika dibawakan baju baru, baju itu diterimanya namun kemudian ia berikan kepada temannya yang memang membutuhkan. Atau ia simpan sampai baju tersebut terlihat tidak baru lagi, lalu akan ia pakai”, kata bapak Sunardi, kakak Rm Rubi.

Meski sudah menjalani pendidikan di Seminari, sifat-sifat beliau juga tidak berubah. Selalu rajin membantu ketika pulang kerumah. Ia masih seperti anak desa pada umumnya. Ia tetap angon bebek dan mencari rumput untuk kambing piaraan keluarga. Bahkan jika liburan itu bertepatan dengan musim panen padi, bersama saudara laki-laki lainnya ia memanen padi di sawah. 

Apa yang membuat Rm Rubi ingin menjadi imam?
Selain kebiasaan hidup beriman di rumah, keluarga juga membiasakan aktif giat di Gereja. “Saya sudah aktif di gereja, di sekolah Minggu, di misdinar. Di Gereja Babadan, yang masih stasi. Saya aktif di situ, sejak kecil, dan ingin menjadi imam,” kata Rm Rubi. Waktu kecil beliau sudah bisa merasakan kalau menjadi imam itu bahagia. Ada pengalaman lain bersama dengan para romo yang bertugas di Babadan. Waktu kecil, ada seorang imam dari Gereja Kotabaru yang mengendarai sepeda motor BSA sering datang ke Babadan. Imam itu sangat baik dan dekat dengan anak-anak. “Tidak menakutkan. Itu membuat saya tertarik. Dan saya pengin seperti itu.” Karena sudah ingin menjadi romo sejak kecil, maka Romo Rubi kecil sering bermain misa-misaan bersama teman-temannya. Hostinya terbuat dari terong yang diiris-iris. 

Ketika belajar di SMP, Rm Wahadi Martaatmaja, Pr (sekarang bertugas di Paroki Promasan) memberi motivasi dan pengenalan mengenai seminari dan kehidupan imam. Pengetahuan tentang seminari mulai terbentuk. “Sampai sekarang masih bagi saya, inilah romo yang memberi banyak inspirasi menjadi seorang imam praja yang sederhana, semanak, dan dekat dengan umat, “tuturnya. 

Kemantaban untuk masuk seminari dan menjadi imam ini tampaknya begitu kuat, seperti dituturkan pak Sunardi, kakak Romo Rubi. Selulus SMP, beliau hanya mendaftarkan masuk ke Seminari Mertoyudan saja. Sudah yakin pasti diterima. Ketika ditanya, bagaimana jika tidak diterima masuk seminari, jawabannya lebih baik tidak usah sekolah saja kalau tidak masuk seminari. 

Mengapa Romo ingin menjadi Imam Diosesan atau Romo Projo?
“Saya ingin menjadi seorang imam yang berada di tengah-tengah umat, bekerja bersama umat, dan sungguh-sungguh mengumat. Maka pilihan saya adalah praja, “katanya. Ia memilih mengabdi di Keuskupan Agung Semarang, tempat ia dibesarkan. Dengan di keuskupan ini, beliau juga masih bisa dekat dengan keluarga. Maka, ia di Seminari Menengah Mertoyudan, beliau melamar untuk bergabung dengan imam-imam Diosesan keuskupan Agung Semarang. Setelah diterima, pendidikan sebagai calon imam diosesan berlanjut ke Tahun Orientasi Rohani Sanjaya Jangli, Semarang (1984 – 1985), dan kemudian berlanjut di Seminari Tinggi St Paulus Kentungan, Yogyakarta. 

Rm Rubiyatmoko menerima tahbisan imamat dari Bapak Kardinal Darmaatmadja SJ pada tahun 1992. Tahun ini (2017) Mgr Rubiyatmoko merayakan 25 tahun usia Tahbisan bersama dengan Rekan-rekan seimamatnya, yaitu Rm Fransiscus Xaverius Sukendar Wignyasumarta, Pr (Vikjen KAS), Rm Matheus Djoko Setya Prakosa, Pr (Rektor Seminari Tinggi St Paulus Kentungan), Rm Ignatius Suharyono (Paroki St Athanasius Agung Karangpanas), Rm Nobertus Sukarno Siwi, Pr (Paroki St Pius X Karanganyar), Rm Augustinus Toto Supriyanto, Pr (Paroki St Yakobus Bantul) Rm Bonifasius Benny Bambang Sumintarta, Pr dan Rm Antonius Suparyono, Pr (keduanya di Paroki Kristus Raja Solo Baru). 

Setelah tahbisan berkarya dimana saja?
1. Pastor Pembantu Paroki Pakem September 1992 – Juni 1993
2. Studi Ilmu Hukum Gereja di Roma 1993 – 1997
3. Dosen Hukum Gereja dan Staf Seminari Tinggi St. Paulus Kentungan 1998 – 2017
4. Tribunal/Pengadilan Gereja KAS 1998 – 2017
5. Vikaris Yudisial/Ketua Tribunal 2011 – 2017

Bagaimana perasaan beliau ketika dipilih untuk menjadi Uskup di Keuskupan Agung Semarang?
Sejak mendapat pesan untuk menemui Duta Besar Vatikan untuk Indonesia atau Nuncio, Mgr Antonio Guido Filipazzi, beliau merasa gelisah. “Saya gelisah terus. Yang saya pikirkan adalah ketoke, kayaknya, saya ditunjuk kon (untuk) dadi (jadi) uskup Purwokerto ora mungkin (tidak mungkin), luar Jawa ora mungkin, ketoke Semarang,” Romo Rubi merasa tidak pantas bahkan ia mengharapkan orang lain untuk menjadi Uskup Agung Semarang ini. “Saya berdoa. Doa saya setiap hari itu, “Tuhan semoga kekuatiran saya tidak terjadi, Tuhan singkirkan cawan ini daripada saya!” Sempat pula terpikir kelak ketika bertemu Nuncio, dia akan mencari-cari alasan untuk menolak. Jumat pagi, 10 Maret 2017 Romo Rubi menemui Nuncio di Jakarta dan mendapat kejelasan. “Kamu ditunjuk oleh Paus Fransiskus menjadi Uskup Agung Semarang,” kata Nuncio. Romo Rubi gelisah lalu meminta waktu untuk berdoa. Nuncio pun mengantarnya ke kapel di kedutaan.
“Dalam doa, saya hanya bisa menangis.” Romo memandangi Tuhan Yesus dalam tabernakel dan sosok Yesus yang disalib. Setiap kali memandang wajah Yesus, Romo Rubi melihat mata Yesus seolah mencibirnya. “Kaya ngana wae ora gelem, Aku loh nganti kaya ngene, (Seperti itu saja tidak mau, Aku ini sampai seperti ini, di salib)”  Romo Rubi berdoa lebih dari 1 jam di kapel tersebut.

Akhirnya, Romo Rubi menyerah “Tuhan kalau memang ini kehendak-Mu. Beri saya kekuatan untuk berserah dan berpasrah pada diri-Mu. Itu. Doa yang pertama. Yang kedua, kalau memang kehendak-Mu beri aku tida hal: kebijaksanaan, kerendahan hati, dan semangat untuk melayani. Tiga hal ini. Ini yang saya minta terus menerus pada Tuhan.” Lalu Nuncio meminta beliau untuk menulis surat kesanggupan kepada Paus Fransisikus. 
Pada hari Sabtu sore, 18 Maret 2017 berita gembira untuk umat Keuskupan Agung Semarang diumumkan. Sementara Rm Rubi mempersembahkan misa di kamar sambil berdoa, “Tuhan kalalu memang ini kehendak-Mu terjadilah. Saya pasrah, sumangga kersa Dalem.”  

Apa artinya menjadi Uskup?
“Bagi saya uskup itu ngemban dhawuh (membawa tugas pengutusan). Dalam permenungan saya di retret, uskup bukanlah sebuah jabatan, bukanlah sebuah prestise, bukanlah sebuah target. Namun ini adalah sebuah pelayanan, pengabdian, ngemban dhawuh, yaitu kesediaan saya utuk menjadi instrumentum Christi (menjadi alat tuhan) untuk ngemban dhawuh. Aku siap dipakai sebagai alat-Nya. Tuihan menghendaki apa aku siap di situ,” kata Mgr Rubi.

Apa yang beliau harapkan dari kita semua?
Mgr Rubiyatmoko memilih motto tahbisan Quaerere et Salvum Facere (Mencari dan Menyelamatkan). Dalam kata sambutan misa tahbisannya beliau menjelaskan secara singkat. Para imam diharap untuk memberi pelayanan yang murah hati. “Saya berharap agar Anda semua dapat memberi pelayanan yang sungguh-sungguh dan murah hati khususnya kepada mereka yang terpinggirkan dan terlupakan.”

Sementara untuk umat, menurut Mgr. Ruby, tugas mencari dan menyelamatkan adalah tugas kita semua sebagai warga masyarakat dan warga negara Indonesia yang tercinta. Maka, beliau mengajak seluruh umat Katolik bersama dengan pemerintah dan masyarakat untuk menciptakan kehidupan bersama di bumi Indonesia yang dipenuhi dengan kedamaian, persaudaran dan kekeluarga. “Hanya dengan hidup bersama yang dipenuhi kasih dan perhatian satu sama lain akan menciptakan sikap saling menghormati dan menghargai perbedaan dan kemajemukan,” harapnya.

Nah itulah perkenalan kita dengan beliau. Secara khusus, anak dan Remaja Katolik Keuskupan Agung Semarang berharap bahwa nanti beliau juga akan berkenan menjumpai anak dan remaja dalam misa Hari Anak Misioner dan perayaan Syukur 175 tahun Serikat Kepausan Anak dan Remaja Misioner Keuskupan Agung Semarang tahun 2018 yang akan datang. Mari kita syukuri kehadiran bapak Uskup kita yang baru, dan mari kita ikut ambil bagian dalam karya-karyanya untuk bermisi, mencari dan menyelamatkan yang masih jauh dari berkat Tuhan. 

*disarikan dari berbagai sumber

Posting Komentar

0 Komentar