Di lingkungan Jepurun, peserta tinggal terpisah dengan pendamping. Mereka tinggal ber dua-dua, tetapi ada juga yang bertiga dan ada juga yang tinggal sendiri. Lola dan Dewi tinggal di keluarga bapak Tarno, Ivandra, Niko dan Lintang tinggal di keluarga bapak Tumijan, Afra tinggal di rumah Bu Wanti, sedangkan Ella dan Gaby tinggal di keluarga ibu Tumiyah.
Pendamping tinggal di rumah keluarga yang dekat dengan kapel untuk memudahkan peserta jika memerlukan bantuan medis. Tujuan lain dari penempatan ini adalah memberikan kebebasan dan tanggungjawab penuh kepada peserta untuk mengolah diri, dengan cara ini, pendamping dimaksudkan tidak akan memberikan intervensi khusus pada peserta, namun tetap mendampingi dengan mengunjungi tempat tinggal peserta untuk melihat langsung aktivitas mereka.
Kehidupan di Jepurun sudah dimulai sejak jam 6 pagi. Para peserta laki-laki bersama dengan remaja lokal sudah melakukan pekerjaannya, mereka pergi ke ladang dan mencari rumput untuk makan ternak, mereka juga (*nggusah manuk) mengusir burung-burung yang hinggap di lading padi. Mereka harus menjaga ladang tersebut dari burung-burung yang menghinggapi sampai tengah siang, lalu dilanjutkan lagi pada sore hari sebelum matahari terbenam. Walaupun terik matahari begitu menyengat, mereka tetap setia menjalankan tugas ini. Pada siang harinya, mereka juga ikut membantu warga yang membuat caping.
Tak jauh berbeda dengan peserta laki – laki, peserta perempuan pun begitu gagah dan semangat bekerja, Dewi dan Lola meskipun mereka perempuan, mereka tetap ikut bapak ke ladang untuk (*ngarit) atau mencari rumput untuk sapi, mereka juga belajar bagaimana (*ngombori) memberi minum sapi. Selain itu, mereka membantu ibu memasak dengan tungku dan membuat caping.
Ella dan Gabby pun menjalankan tugasnya dengan semangat, pagi-pagi mereka langsung membersihkan rumah lalu (*mritili) melepas biji jagung dari tangkai induknya. Jangung yang harus mereka kerjakan pun jumlahnya berkarung-karung.
Tak ubahnya dengan Afra, ia sungguh peserta wanita yang kuat dan tangguh. Demi memanen jagung dan sawi bersama ibu, ia berjalan kaki cukup jauh diantara terik matahari dan jalannan ladang yang terjal. Namun semua itu terbayar dengan hasil panenan yang melimpah.
Sedangkan perndamping sejak pagi hari sudah berjalan mengunjungi rumah tinggal peserta satu per satu, untuk mengingatkan peserta akan tugas dan tanggungjawabnya. Pendamping juga berdinamika dengan ikut menjalankan kegiatan peserta. Terdapat pengalaman saling mengerti, tumbuh perasaan saling percaya dan kebanggaan bahwa peserta SOMA yang telah dididik sejak tahun 2015 sungguh menghasilkan, mereka mampu menjadi pribadi yang mau membagikan dirinya dan berbagi keceriaannya bagi sesama.
Dinamika keluarga tersebut berjalan hingga jam 15.00, seluruh peserta, pendamping dan beberapa umat lingkungan bersama-sama mengadakan kerjabhakti membersihkan kapel Jepurun. Keadaan halaman yang luas dengan sampah daun jati yang cukup banyak menjadikan kegiatan ini penuh tantangan. Selain itu, bangunan kapel Jepurun belumlah jadi sepenuhnya. Maka pembersihan kapel dari debu dan sarang laba-laba ini pun dilakukan semaksimal mungkin. Seluruh peserta, pendamping dan umat bersinergi dalam kerja sama yang penuh keceriaan sehingga dalam waktu 2 jam, kapel Jepurun menjadi bersih dan siap digunakan untuk acara pada malam ke dua ini.
Pada pukul 19.00 di kapel Jepurun diadakan pertemuan BKSN yang pertama. Begitu banyak umat yang hadir dengan antusiasme penuh, mulai dari anak, remaja, OMK, hingga orang tua. Kegiatan ini berlangsung sangat meriah, hingga waktu pun tak terasa. Tema bahasan kali ini adalah mengenai komunikasi yang baik, materi ini dibawakan melalui kisah Menara Babel. Dalam kegiatan ini peserta SOMA lah yang menjadi pemandu acara secara besar dan kehadiran pendamping adalah sebagai fasilitator yang menemani. Dengan kemampuan kerjasama peserta yang amat baik, maka acara pun menjadi begitu cair dan hidup.
Galeri foto klik disini
Seluruh kegiatan pada hari ke 2 di Jepurun ini, diakhiri dengan sesi refleksi besar. Seluruh peserta dan pendamping menikmati indahnya malam yang berbintang dengan kemesraan dan kedekatan. Kehangatan api unggun dan jagung bakar menemani seluruh cerita indah yang disharingkan. Terasa lebih nikmt, karena jagung tersebut adalah usaha dari peserta yang memanennya. Ada begitu banyak butiran yang disampaikan oleh peserta, diantaranya:
- Keindahan saat kita bersetia dalam proses, karena hasil tidak akan mengkhianati proses
- Kerelaan untuk mematahkan diri bagi kemajuan bersama
- Kebersamaan mampu membuat hati semakin diteguhkan
- Teman mampu memberikan kekuatan
- Hati mampu memahami tanpa kata harus terucap, kepekaan adalah inti dari setiap manusia, hanya bagaimana kita menyikapinya
- Menaruh kepercayaan mampu menjadikan seseorang berani bertanggungjawab
Tak terasa malam pun telah larut, maka berakhirlah seluruh kegiatan hari ke- dua di Jepurun. Semua peserta kembali ke rumah masing-masing untuk menghabiskan malam bersama keluarga dan berpamitan.
“Bukan Aku, Kamu, Dia atau Siapapun Jua, Hanya Ada Kita. Karena Yang Patah Akan Tumbuh Dan Yang Hilang Akan Berganti. Maka Aku Menaruh Hidupku Pada Mu Dan Aku Akan Semakin Mewarnai Hidup Mu- Jangan Takut, Kita Bersama…”
0 Komentar