JLM#1 - LIKU-LIKU PERJALANAN MISI MENYENTUH IMAN


4. LIKU-LIKU PERJALANAN MISI MENYENTUH IMAN 

Idealisme misi yang lahir dari suatu keprihatinan

Pada saat menerima salib perutusan oleh Rm FX Sukendar (administrator diosesan KAS), aku merasakan bahwa ada hal yang penting dalam tugas ini. Apalagi penyerahan salib itu dilakukan dihadapan umat dalam perayaan ekaristi promulgasi rencana induk KAS dan pembukaan tahun kerahiman. Apa artinya? Artinya adalah bahwa misi yang akan dilakukan bersama teman-teman ke tanah pedalaman Botong Pra Paroki St Maria Kualan Sekayok, merupakan tanggung jawabku terhadap gereja semesta.

Apakah tanggung jawab itu? Bagiku tanggung jawab itu muncul karena melihat bahwa di bagian gereja yang lain, masih ada memerlukan “sentuhan iman”. Umat yang ada di pedalaman Koalan Sekayok adalah umat Katolik, yang dalam arti tertentu sangat membutuhkan kehadiran orang-orang yang lebih beruntung. Apakah dengan begitu umat di pedalaman kurang beruntung? Tentu tidak demikian. Situasi jalan yang buruk dan masih susah membuat masyarakat pedalaman ini terbats dalam beberapa hal. Tidak ada listrik atau kalaupun ada hanya bertahan dalam waktu yang terbatas, akses sekolah dan tenaga pengajar yang minim, kurangnya pendidikan, dan sumber daya manusia yang kurang mampu mengelola kelimpahan alam yang ada, mungkin itu yang menjadi ketidakberuntungan masyarakat di pedalaman.

Berbekal dari rasa bahwa aku mungkin lebih beruntung dalam beberapa hal dari umat di pedalaman, aku ingin bermisi kesana. Dalam arti aku ingin membawa keberuntungan yang aku miliki ingin ku bagikan kepada masyarakat di pedalaman Koalan Sekoyok. Itulah idealisme awal yang aku bawa saat bermisi di tanah Kalimantan ini.


Pengalaman Terbalik
Dalam misi kali ini aku menjadi anggota tim Jejak Langkah Misioner I, untuk itu satu hal yang menjadi prinsip utama kegiatan ini adalah kepentingan Timlah yang utama. Pergulatan ini aku rasakan ketika Tim sudah ada di Botong. Jadwal yang ada menurutku kurang efektif ketika diterapkan dengan idealismeku sejak awal. Ada banyak kegiatan yag menurutku bisa dikerjakan, tetapi tidak bisa karena harus turne. Pada saat itu muncul ketegangan dalam diriku terhadap gerak Tim. Namun, sekali lagi keberadaan bahwa timlah yang utama tetap menjadi prioritasku.

Semangat awal dalam idealismeku harus diubah, bahwa misi tidak harus membawa idealisme tetapi dalam kegiatan awal ini misi berarti mengenal. Itu yang menjadi target pertama dari  Tim JLM perdana ini. Untuk itu, dengan terbuka aku melepas idealisme awalku dan kembali ke Tim.

Dari pergulatan itu aku memaknai bahwa ada kondisi-kondisi didalam kegiatan misi yang tidak terduga. Bahkan jika kondisi itu pun ada dalam gerak tim. Ketika ada perbedaan-perbedaan di antara anggota tim. Nilai kebersamaan dan kesatuan tim tetap menjadi prioritas utama.


Perayaan Natal Perayaan Misi Tuhan
Perjalanan misi di tanah Botong, Kualan Sekayok bertepatan dengan kegiatan Perayaan Natal. Inilah pengalaman penting dalam hidupku untuk merenungkan makna sisi dalam terang Perayaan Natal di pedalaman.  Natal menjadi peristiwa awal yang menentukan ketika tuhan menyatakan diri-Nya kepada manusia. Peristiwa inkarnasi ini menjadi cara Allah yang melalui putraNya bermisi ke dunia. Itulah kesanku saat merenungkan makna Natal dalam suasana misi di tanah pedalaman Kalimantan ini.

Berangkat dari pergulatanku akan idealisme awal yang harus berubah, aku bertanya dalam hati, apa yang menjadi idealisme Allah saat bermisi ke dunia? Dari teori yang aku pelajari, sejak awal mula Allah selalu memperjuangkan keselamatan bagi umat-Nya, sejalan dengan itu tampaknya idealisme Allah sejak awal mula adalah keselamatan manusia yang sedang mengalami ketidakberuntungan.


Ketika misi Allah itu dilakukan melalui kehadiran / kelahiran putraNya, ada satu pertanyaan, apakah idealisme Allah juga jalan? Allah melalui putraNya Yesus Kristus memperjuangkan idealisme itu. Namun apa yang terjadi ternyata ternyata juga tidak lancar. Banyak hal dari realitas dunia yang justru merusak idealisme Allah. Semuanya tidak sejalan dengan apa yang dikehendaki Allah. Realitas dunia yang ada sangat berbeda, bahkan Yesus dalam misi keselamatan Allah berkali-kali mengalami suatu “ kegagalan”. Namun Yesus tidak putus harapan. Justru Ia menjadi tipe manusia yang berharap akan karya Allah yang pasti akan terpenuhi. Maka melalui kesetiaan terhadap kehendak Allah BapaNya Yesus tetap setia melaksanakan / menjalankan misinya sampai penuh.


Demikian juga pengalaman misi yang aku alami, berhadapan dengan idealisme yang sungguh berbeda dari realitas yang ada, aku mengalami pembelajaran tentang makna bermisi, aku membayangkan dapat mendekati masyarakat, terlebih OMK yang katanya sudah tidak ada kehidupannya lagi. Di Botong ini banyak anak-anak, namun keprihatinan yang ada dalah bahwa anak-anak ini kurang berminat sekolah, masih banyak anak-anak yang putus sekolah bukan karena bodoh tetapi karena tidak mau bersekolah. Mereka lebih suka menoreh karet di hutan, dijual dan dapat uang daripada sekolah. Belum lagi kondisi masyarakat di Botong ini yang sangat menyukai minum-minuman keras (Tuak dan Arak). Semua itu memberi pengaruh bagi cara berpikir masyarakat. Mereka masyarakat yang sederhana. Apa yang ada di alam sudah sangat cukup bagi kebutuhan hidup, sehingga tidak perlu lagi bekerja keras yang rumit-rumit.

Melaksanakan misi dalam konteks masyarakat yang seperti itu sangat dibutuhkan suatu pendekatan yang benar-benar mengena. Kegiatan misi tidak bisa hanya sekedar mengundang dan mengajak mereka. Pendekatan personal dan relasional perlu dibangun dengan cara yang sederhana pula. Bagaiman hal itu bisa dilakukan?

Kegiatan live in adalah cara yang tepat untuk membangun relasi yang personal, live in ini dalam arti tinggal dalam kehidupan masyarakat setempat. Dalam kegiatan live in akan muncul dinamika perjalanan hidup secara sepontan dan sederhana. Pada tahap ini pelaku misi hanya menargetkan diri untuk melakukan dan mendapatkan relasi yang personal. Kedekatan personal aku kira akan membangun hubungan hubungan psikologis yang erat sehingga karya misi dapat dikembangkan lebih kreatif dan jauh lagi.

Dalam pengalaman seperti itu aku berusaha mencoba membangun relasi yang personal dengan masyarakat setempat terlebih kepada para OMK di Botong. Ketika aku sendiri mau terjun dan turun untuk mendekati sekelompok-sekelompok OMK yang sedang “tongkrong” di teras-teras rumah, aku harus berani meninggalkan bermacam-macam konsep idealisme. Itulah yang terjadi bahwa idealisme memang harus ada tetapi tidak harus di paksakan sejak awal. Idealisme bisa menjadi dasar bagaimana misi itu dilaksanakan pertama-tama untuk memperjuangkan suatu hubungan personal.

Itulah makna misi yang aku dapat berdasarkan pengalaman merayakan Natal di pedalaman Kualan Sekayok. Kegiatan misi adalah suatu cara dimana aku harus membangun hubungan yang personal dengan masyarakat setempat, alam setempat, dan budaya setempat. Namun, hubungan yang personal itu bukan berarti apapun harus aku terima. Sebab jika apapun aku terima begitu saja maka bisa “hancur” sendiri. Dalam arti itu aku harus tetap waspada terhadap kebiasaan-kebiasaan yang mungkin bagiku kurang atau tidak bisa aku sesuaikan dengan kebiasaan hidupku. Jadi dalam membangun hubungan personal tetap dibutuhkan suatu kesadaran untuk hati-hati, tetapi dengan tetap tidak menyinggung perasaan orang lain. Sebagai contoh usaha membangun hubungan personal adalah dengan menyapa dan datang menghampiri kelompok kelompok orang yang duduk-duduk sambil ikut terlibat dalam suasana mereka. Saat pertama kegiatan ini kulakukan, terasa asing memang pada awalnya, tetapi sekali lagi itu karena ada idealisme yang sedang berhadapan dengan realitas yang berbeda.

Yang berikutnya adalah tinggal bersama dalam kegiatan mereka sehari-hari dengan berkunjung ke rumah-rumah dan kalau memungkinkan ikut bekerja bersama mereka ke hutan. Dengan pendekatan-pendekatan sederhana itu aku pun dapat berharap bahwa kegiatan misi untuk memberi sentuhan iman dengan kegiatan selanjutnya dapat dilaksanakan lebih jauh lagi.
Amin

Fr Joko Hermawan

Antonius Joko Hermawan adalah Frater tingkat VI Keuskupan Agung Semarang Seminari Tinggi St Paulus Kentungan Yogyakarta. Frater Joko berasal dari Paroki St Teresia Kanak-Kanak Yesus Bongsari, Semarang.
Kegemarannya adalah bercocok tanam, memasak, dance, dan aerobic.
Fr Joko juga pernah menjalani tugas perutusan masa Tahun Orientasi Pastoral (TOP) di Seminari Menengah St Laurensius Ketapang.

Posting Komentar

0 Komentar