JLM#1- KETIKA TANTANGAN ITU MENJADI SEBUAH TANTINGAN*

2. KETIKA TANTANGAN ITU MENJADI SEBUAH TANTINGAN*

Awal saya mendengar cerita seorang pastor dari Keuskupan Agung Semarang, yang diperbantukan untuk Keuskupan Ketapang, sepertinya menarik buat saya ingin ikut merasakan suka duka mengikuti kegiatan saudara seiman di Pedalaman Kalimantan. Maka dari situlah berkumpul 11 OMK KAS yang berani menjawab tantangan untuk pergi mengalami dinamika di daerah yang berbeda dari kebiasaan Jawa. Saat itu kebimbangan berulang kali muncul,apakah kesanggupan yang saya lakukan itu sudah saya pikirkan sungguh dengan konsekuensi yang pasti ada. Kali ini perdebatan dalam diri saya yang terpecahkan setelah menimbang-nimbang beberapa waktu. Akhirnya mantap untuk berangkat. Pertanyaan yang selalu muncul. Sanggupkah aku? Sudah misionerkah kamu? Dari pertanyaan inilah tekad dan semangat saya kembali muncul. Mungkin ini kesempatan dimana saya dapat menaklukkan diri saya sendiri dengan berbagai tantangan, ketidaknyamanan, penyesuain diri dan berbagai ketakutan yang diciptakan oleh saya sendiri. Akhirnya, ya saya siap.

Dalam tahap persiapan, 5 bulan dilakukan oleh tim Jejak Langkah Misioner, persiapan fisik,mental, material. Dengan melakukan penggalangan dana dalam berbagai cara yaitu jualan kaos, proposal ke instansi-instansi,koor dan tugas liturgi di kapel-kapel. Dari proses persiapan ini banyak kendala yang terjadi. Karena kesibukan yang berbeda dan tempat tinggal yang cukup jauh, sebelas orang ini tidak pernah berkumpul lengkap. Kadang memang kesalah pahaman muncul di antara kita. Tetapi akhirnya konflik terselesaikan dengan baik. Mungkin ini yang dinamakan bagian dari dinamika, bagian dari proses bersama. Bila disitu tidak ada halangan, maka tidaklah ada tantangan. Proses ini juga yang semakin menguatkan kekeluargaan kami, karena kami masing-masing tahu sifat dari anggota JLM ini. Dan kami dapat menemukan, bagaimana cara nyrateni (memperlakukan) satu sama lain.

Selesaikan tugas, sebelum melakukan tugas lain. Tiba saatnya detik-detik keberangkatan, ada kendala yaitu tugas saya yangbelum selesai. Tinggal satu hari lagi berangkat ke pedalaman Kalimantan, tetapi pekerjaan belum terselesaikan. Sebenarnya H-1 keberangkatan bisa digunakan untuk packing. Tetapi tidak untuk saya, saya harus segera menyelesaikan tugas-tugas yang sudah menjadi tanggung jawab saya sebelum melakukan tugas lain. Sebenarnya saya lelah, tetapi setia pada tugas akan lebih baik daripada meninggalkannya. Keberangkatan menginap dulu di Seminari Tinggi saya terlambat. Ya, tidak apa-apa.Toh saya dapat pergi dengan nyaman tidak terbebani hutang tugas.

Selamat tinggal kenyamanan
Keberangkatan ke Pontianak cukup lancar, walaupun di Bandara ada sedikit kendala. Kami tidak boleh membawa benih tanaman sehingga benih itu harus ditinggal. Selain semua itu lancar.Sampai di bandara Pontianak kami serombongan sudah di jemput dan langsung menuju Balai Berkuak di Paroki Santo Martinus. Perjalanan melewati jalan trans Kalimantan yang mulus tapi ternyata jauh juga,kira-kira perjalanan kurang lebih 5 jam. Letih yang terasa saat berada di Pontianak, dengan suasana yang berbeda dengan kenyamanan Jawa. Paginya perjalanan dengan perahu ke Botong. Awalnya perasaan senang karena baru pertama kali naik perahu menyusuri sungai. Tetapi karena perjalanan yang terlalu lama, saya mabok air juga. Banyak hal baru yang saya temui di sepanjang perjalanan air menyusuri Sungai Kualan menuju Botong. Keindahan alam yang tak ada duanya,keanekaragaman hutan yang menakjubkan. Sayang penambangan emas tanpa ijin merajalela di sepanjang Sungai Kualan. Jaringan telepon juga sudah mulai menghilang. Selamat tinggal kemudahan,kenyamanan.

Sampai di Botong ada penyambutan umat dengan acara Pancung Buluh Muda. Merupakan acara adat suku Dayak apabila menerimakedatangan tamu. Disini saya merasakan budaya yang masih kental melekat, rasa kebersamaan yang kuat. Saya menjadi terharu dengan kebudayaan mereka yang selalu dijunjung tinggi tidak tergerus arus jaman di era moden ini. Botong merupakan desa paling ujung.Berbeda dengan yang saya bayangkan mengenai desa yang terpencil dan unik, ternyata kehidupan biasa saja.Bedanya mungkin hanya pada akses jalan dan sarana komunikasisaja yang kurang memadai.

Segala sesuatu di desa Botong ini masih tergantung pada alam terutama pada sungai. Perama kali mandi disungai, sikat gigi bahkan buang air besar semuanya dilakukan di sungai. Disinilah saatnya saya harus menyesuaikan diri dengan daerah tempat live in. Karena salah satu cara menakhlukkan diri saya sendiri. Awalnya menjadi sebuah ketidaknyamanan, tetapi kalau ketidaknyamanan itu terkelola dengan baik akan menjadi keasyikan yang tiada tertandingkan. Ketagihan mandi di sungai pun pasti akan terjadi.

Belajar dari gelap
Karena pasokan listrik tidak 24 jam, karena menggunakan tenaga surya. Saya akhirnya terbiasa dengan gelap. Tidak tergantung dengan alat komunikasi, juga menciptakan rasa nyaman dan tenang tersendiri dalam diri ini. Mandi di sungai waktu gelap segala kekhawatiran hilang. Rasanya dari gelap ini saya merasakan keheningan yang menentramkan. Warga juga terbiasa terhadap gelap. Saya salut mereka tidak mengeluh, yang sekolah tetap belajar, yang bekerja tetap bekerja. Mereka tidak menganggap bahwa gelap merupakan keterbatasan.

Tangguh, mandiri, saling menyayangi
Perjalanan turne dilakukan di 7 stasi yang letaknya jauh dari hulu sungai Kualan. Turne Natal kali ini dilakukan lewat jalan darat maupun lewat jalur sungai, Medan yang berat dilalui tanpa keluh kesah. Itu merupakan hal yang hebat bagi saya. Kami turne ditemani OMK St.Maria Botong yang kebanyakan masih SMA. Dengan medan yang extrim mereka masih tetap semangat dan tangguh. Ini membuat saya sadar bahwa saya tidak ada apa-apanya dengan mereka. Sesulit apapun jalan yang mereka tempuh, dengan masih membawa beban masih dilalui dengan ceria. Saya bisa belajar dari mereka, bahwa sesulit apaun hidup ini, kalau dilalui dengan gembira dan sabar menerima pasti  akan terlampaui dengan baik. Begitu juga umat stasi yang kami temui sungguh membuat saya kagum. Mereka menyiapkan segala sesuatu dengan maksimal dan sempurna, menyiapkan misa, menyiapkan makanan bahkan tempat tinggal untuk menginap. Saya merasakan apa itu yang dinamakan saling menyayangi, persaudaraan yang sejati, kekeluargaan yang berarti. Walaupun dengan berbagai keterbatasan mereka. Sungguh ini membuat saya sadar bahwa persaudaraan yang tak mengenal batas ada di tempatini.


Kenangan yang tertinggal
Segala pengalaman saya yang terangkum pada saat saya tinggal disana menjadi kenangan yang tak terlupakan. Dan rasa kekeluargaan yang erat, saling menghormati, saling menjaga, saling membantu saya kagum dan terheran. Sampai saat kepulangan rombongan JLM diadakan perpisahan. OMK,anak SEKAMI bahkan orang-orang tuapun ikut menghadiri acara itu. Yang membuat saya senang saat anak-anak OMK secara spontan membuat drama membuat lagu, karena semangatnya yang tinggi. Ternyata potensi disini sangat banyak dari mereka, hanya kurang saja pengembangan dan pendampingan. Banyak sekali pengalaman yang saya dapat , saya juga dapat belajar banyak dari mereka. Belajar dari semangat dan kesederhanaannya. Belajar dari cinta.

Iman tanpa perbuatan pada hakekatnya adalah mati. (Yak 2 :14-15)
*tantingan adalah kata benda dalam bahasa Jawa yang berarti ujian atas sebuah komitmen



Angela Marici Armita Margerry
Angela Marici Armita Margerry, atau Mita adalah dokter hewan lulusan Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Mita berasal dari paroki St Maria Lourdes Sumber. Kegemarannya adalah menyanyi dan membaca. Motto hidupnya, “Semua akan tetap sama, kalau bukan kamu sendiri yang mengubahnya.”

Posting Komentar

0 Komentar